Aku
baru saja selesai mandi, ketika hp ku membunyikan nada telefon masuk.
“Tumben pagi-pagi ada yang telfon,”
kataku pada diri sendiri. Ku lihat nomor yang tertera di layar monitor. Nomenya
sapa ya? Kalo orang iseng, biasanya cuma miscall, tapi ini telfon kok gak
mati-mati ya, pikirku. Aku mencoba untuk menjawab panggilan itu. Klik!
“Halo, Assalamu’alaikum,” kataku pelan.
“Wa’alaikumsalam.” Deg! Suara cowok,
sapa ya? Suaranya kalem. Aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Maaf ini sapa ya?”
“Alah, gayanya sok gak kenal. Lupa ya?!”
Aku hanya bengong.
“Dulu kan kita sering telfon-telfonan,
SMS.an, masak lupa sih?!” lanjut suara cowok itu. Aku masih saja tak mengerti
apa yang orang itu katakan.
“Adikmu yang suka main band di Terrace
Cafe, kan?!” Gubrag! Capa ni orang? Ngomongnya ngawur gitu. Adikku aja masih
SD. Aku berpikir sejenak, kalau aku bilang gak, dia pasti bakal tanya-tanya
lebih jauh tentang aku padahal aku sama sekali gak kenal sama ni orang. Lagian
ini juga udah siang, ntar malah telat masuk sekolah. Akhirnya aku putuskan
untuk menjawab “Ya”
“Aku sering ngobrol lho sama adikmu,”
kata cowok itu lagi. Aduh, payah ini.
“Hmm, maaf ya! Aku lagi sibuk, harus
buru-buru pergi,” kataku demi mengakhiri percakapan yang sama sekali gak
nyambung dengan kehidupanku ini.
“Oke, mau sekolah ya? Kamu kelas 2 SMA,
kan kalo gak salah?” cowok itu malah tanya lagi. Lho? Kok dia tau kalo aku
sekolah? Aku menyimpan rasa penasaran itu.
“Iya. Ya udah dulu ya!” kataku, dan
klik! Kumatikan telefon itu.
Jam menunjukkan pukul enam lebih sepuluh
menit. Aduh! Aku harus buru-buru nih. Belum ganti seragam lagi. Akhirnya aku
memakai seragam, berdandan, sarapan, lalu berangkat.
Di sekolah, aku terbiasanya membawa hp.
Walaupun gak ada yang diajak SMS.an sekalipun, tapi hp tetap aku bawa. Sampai
di kelas, sahabat sekaligus teman duduk sebangku udah dateng. Ayu namanya. “Yu,
pagi ini aneh banget tau,” ucapku sambil duduk di sampingnya.
“Kenapa?” tanya dia. Aku lalu
menceritakan apa yang terjadi pagi ini.
“Hahahahahaha, lucu banget sih tu
orang,” Ayu malah tertawa mendengar ceritaku.
“Lha aku juga heran. Kok dia tau kalo
aku masih SMA, tapi ngelanturnya dia bilang adikku suka ngeband di Terrace
Cafe, hahahaha.” Aku ikut tertawa.
Hari ini adalah hari Jum’at, jadi bel
pulang berbunyi sebelum jam duabelas. Ya iyalah, anak-anak cowok kan pada
sholat Jum’at. Aku lebih suka pulang sekolah dengan berjalan kaki. Walaupun
jaraknya gak deket dan panas, tapi asyikkan pulang jalan bareng sama
temen-temen. Belum jauh aku berjalan meninggalkan sekolah, hp ku bergetar ada
panggilan masuk. Lhah, orang itu lagi. Telefon itu aku reject karena aku masih
di jalan. Tak lama kemudian ada SMS masuk dari orang tak dikenal itu: mf lo ggu
Aku mengabaikan SMSnya. Sampai di rumah
aku makan siang, sholat dan ganti baju. Aku ingat ada tugas laporan yang harus
aku selesaikan. Aku pun menyalakan laptop dan mulai menyusun laporan itu.
Pukul dua lebih empat puluh lima menit,
hp di sampingku berbunyi. Lagi-lagi orang tak ku kenal menelefon lagi. Huh! Aku
berhenti mengetik dan menjawab panggilan itu.
“Assalamu’alaikum,” kataku.
“Wa’alaikumsalam,” suara kalem itu
kembali terdengar, dan aku akui jarang seorang cowok punya suara kalem tapi
tetap terkesan tegas.
“Tadi lagi sibuk ya? Kok telfonnya
direject?” tanya cowok itu.
“Aku masih di jalan waktu itu, maaf ya!”
aku menjelaskan seperlunya.
“Iya gak papa. Hmm, kamu masih pacarnya
Arip, kan?”
Hah! Tanya apaan lagi ni orang. “Arip
sapa?” tanyaku.
“Arip pacar kamu. Kamu pacarnya Arip,
kan? Orang Mungkid?”
Aduuh! Jawab gimana nih? “Hmm. Kamu tau
gak sapa aku sebenarnya?”
“Lho, kok tanya gitu? Yang aku tau kamu
itu pacarnya Arip. Dulu hpnya Arip suka dibawa ceweknya.”
“Salah,” kataku sambil tertawa kecil.
“Terus kamu sapa?” cowok itu balik
tanya.
“Aku ya yang punya nomer ini. Ini bukan
nomernya Arip.”
“Kamu orang mana?”
“Temanggung.”
“Jauh banget! Kok bisa jadi nomer kamu?”
“Iya, aku baru aja beli kartu perdana
baru sekitar satu minggu yang lalu. Aku juga heran, kadang ada SMS masuk dari
nomer yang gak aku tau nyariin Arip. Aku juga gak tau Arip itu sapa. Bahkan
pernah ada yang telfon, ngira kalo aku ini istrinya Arip,” aku menjelaskan
panjang lebar.
“Hmm, nama kamu sapa?” Lho kok malah
tanya nama sih?
“Aku Anis. Kamu sapa?”
“Abil.”
“Anak mana?”
“Jogja.”
Aku kemudian diam.
“Maaf ya, aku gak tau kalo nomer ini
udah bukan punya Arip. Aku temennya Arip. Udah dua bulan nomernya dia gak
aktif, setelah aku tau kalo nomernya udah aktif, aku pikir masih punya Arip.
Soalnya sama persis kaya nomer ini.”
“Iya gak papa. Ya mungkin nomernya yang
dulu udah diblokir, terus diproduksi lagi kan bisa.”
“Iya, aku minta maaf ya. Aku gak
bermaksud ganggu atau ngerjain kamu. Aku bener-bener gak tau kalo ini nomermu.
Aku sama sekali gak bermaksud iseng kok,” cowok itu menjelaskan panjang lebar.
“Iya, aku percaya kok.” Lho, aku kok
bisa bilang gitu sih? Padahal aku kan belum tau sebenarnya dia, duh! Emang Anis
oon banget. Aku menyalahkan diri sendiri.
Cowok itu lalu banyak bertanya tentang
aku. Ada sesuatu yang aneh, dia baru aja kenal nama dan asalku tapi dia udah
cerita banyak tentang dirinya sendiri. Dia bercerita tentang cintanya,
kehidupannya, pengalaman-pengalaman yang menurut dia pantas buat diceritain dan
banyak lagi. Aneh banget.
Hari berlalu begitu cepat. Abil semakin
sering menghubungiku, terlebih lewat telefon. Hampir setiap pukul setengah dua,
dia selalu menelefonku. Aku tak berkeberatan, hanya saja yang tak aku sangka,
dia bilang kalo dia sayang dan cinta sama aku. Hah! Apa gak aneh lagi tuh?!
Suatu hari dia SMS aku: akan ku bw k mn ht ni, krn ak sgt mencintaimu. Lalu aku
balas SMS itu: p yg pertama kali u rs kan ktka knal ak?
Abil: rs ny deket bgt sm u, hgga pnah
asmara mghujam bgt dlm d dada shgga sulit tuk d cabut
Aku: sbrp yakin sm ak?
Abil: ak ykin sykin2 ny lo u adlh cnt
sejati ak
aku belum bisa memberikan jawaban yang
pasti, karena waktu itu aku masih trauma dengan orang yang aku kenal dari hp.
Jujur, aku pengen tau dia lebih dalam. Hingga suatu saat aku seakan diberi
petunujuk lewat mimpi. Dalam mimpi itu aku tak bisa melihat wajahnya, tapi aku
bisa merasakannya. Gak tau kenapa, semakin hari aku merasa semakin yakin sama
Abil walaupun kita belum pernah ketemu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar