Jumat, 16 November 2012

That's Morning



Aku baru saja selesai mandi, ketika hp ku membunyikan nada telefon masuk.
“Tumben pagi-pagi ada yang telfon,” kataku pada diri sendiri. Ku lihat nomor yang tertera di layar monitor. Nomenya sapa ya? Kalo orang iseng, biasanya cuma miscall, tapi ini telfon kok gak mati-mati ya, pikirku. Aku mencoba untuk menjawab panggilan itu. Klik!
“Halo, Assalamu’alaikum,” kataku pelan.
“Wa’alaikumsalam.” Deg! Suara cowok, sapa ya? Suaranya kalem. Aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Maaf ini sapa ya?”
“Alah, gayanya sok gak kenal. Lupa ya?!” Aku hanya bengong.
“Dulu kan kita sering telfon-telfonan, SMS.an, masak lupa sih?!” lanjut suara cowok itu. Aku masih saja tak mengerti apa yang orang itu katakan.
“Adikmu yang suka main band di Terrace Cafe, kan?!” Gubrag! Capa ni orang? Ngomongnya ngawur gitu. Adikku aja masih SD. Aku berpikir sejenak, kalau aku bilang gak, dia pasti bakal tanya-tanya lebih jauh tentang aku padahal aku sama sekali gak kenal sama ni orang. Lagian ini juga udah siang, ntar malah telat masuk sekolah. Akhirnya aku putuskan untuk menjawab “Ya”
“Aku sering ngobrol lho sama adikmu,” kata cowok itu lagi. Aduh, payah ini.
“Hmm, maaf ya! Aku lagi sibuk, harus buru-buru pergi,” kataku demi mengakhiri percakapan yang sama sekali gak nyambung dengan kehidupanku ini.
“Oke, mau sekolah ya? Kamu kelas 2 SMA, kan kalo gak salah?” cowok itu malah tanya lagi. Lho? Kok dia tau kalo aku sekolah? Aku menyimpan rasa penasaran itu.
“Iya. Ya udah dulu ya!” kataku, dan klik! Kumatikan telefon itu.
Jam menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit. Aduh! Aku harus buru-buru nih. Belum ganti seragam lagi. Akhirnya aku memakai seragam, berdandan, sarapan, lalu berangkat.
Di sekolah, aku terbiasanya membawa hp. Walaupun gak ada yang diajak SMS.an sekalipun, tapi hp tetap aku bawa. Sampai di kelas, sahabat sekaligus teman duduk sebangku udah dateng. Ayu namanya. “Yu, pagi ini aneh banget tau,” ucapku sambil duduk di sampingnya.
“Kenapa?” tanya dia. Aku lalu menceritakan apa yang terjadi pagi ini.
“Hahahahahaha, lucu banget sih tu orang,” Ayu malah tertawa mendengar ceritaku.
“Lha aku juga heran. Kok dia tau kalo aku masih SMA, tapi ngelanturnya dia bilang adikku suka ngeband di Terrace Cafe, hahahaha.” Aku ikut tertawa.
Hari ini adalah hari Jum’at, jadi bel pulang berbunyi sebelum jam duabelas. Ya iyalah, anak-anak cowok kan pada sholat Jum’at. Aku lebih suka pulang sekolah dengan berjalan kaki. Walaupun jaraknya gak deket dan panas, tapi asyikkan pulang jalan bareng sama temen-temen. Belum jauh aku berjalan meninggalkan sekolah, hp ku bergetar ada panggilan masuk. Lhah, orang itu lagi. Telefon itu aku reject karena aku masih di jalan. Tak lama kemudian ada SMS masuk dari orang tak dikenal itu: mf lo ggu
Aku mengabaikan SMSnya. Sampai di rumah aku makan siang, sholat dan ganti baju. Aku ingat ada tugas laporan yang harus aku selesaikan. Aku pun menyalakan laptop dan mulai menyusun laporan itu.
Pukul dua lebih empat puluh lima menit, hp di sampingku berbunyi. Lagi-lagi orang tak ku kenal menelefon lagi. Huh! Aku berhenti mengetik dan menjawab panggilan itu.
“Assalamu’alaikum,” kataku.
“Wa’alaikumsalam,” suara kalem itu kembali terdengar, dan aku akui jarang seorang cowok punya suara kalem tapi tetap terkesan tegas.
“Tadi lagi sibuk ya? Kok telfonnya direject?” tanya cowok itu.
“Aku masih di jalan waktu itu, maaf ya!” aku menjelaskan seperlunya.
“Iya gak papa. Hmm, kamu masih pacarnya Arip, kan?”
Hah! Tanya apaan lagi ni orang. “Arip sapa?” tanyaku.
“Arip pacar kamu. Kamu pacarnya Arip, kan? Orang Mungkid?”
Aduuh! Jawab gimana nih? “Hmm. Kamu tau gak sapa aku sebenarnya?”
“Lho, kok tanya gitu? Yang aku tau kamu itu pacarnya Arip. Dulu hpnya Arip suka dibawa ceweknya.”
“Salah,” kataku sambil tertawa kecil.
“Terus kamu sapa?” cowok itu balik tanya.
“Aku ya yang punya nomer ini. Ini bukan nomernya Arip.”
“Kamu orang mana?”
“Temanggung.”
“Jauh banget! Kok bisa jadi nomer kamu?”
“Iya, aku baru aja beli kartu perdana baru sekitar satu minggu yang lalu. Aku juga heran, kadang ada SMS masuk dari nomer yang gak aku tau nyariin Arip. Aku juga gak tau Arip itu sapa. Bahkan pernah ada yang telfon, ngira kalo aku ini istrinya Arip,” aku menjelaskan panjang lebar.
“Hmm, nama kamu sapa?” Lho kok malah tanya nama sih?
“Aku Anis. Kamu sapa?”
“Abil.”
“Anak mana?”
“Jogja.”
Aku kemudian diam.
“Maaf ya, aku gak tau kalo nomer ini udah bukan punya Arip. Aku temennya Arip. Udah dua bulan nomernya dia gak aktif, setelah aku tau kalo nomernya udah aktif, aku pikir masih punya Arip. Soalnya sama persis kaya nomer ini.”
“Iya gak papa. Ya mungkin nomernya yang dulu udah diblokir, terus diproduksi lagi kan bisa.”
“Iya, aku minta maaf ya. Aku gak bermaksud ganggu atau ngerjain kamu. Aku bener-bener gak tau kalo ini nomermu. Aku sama sekali gak bermaksud iseng kok,” cowok itu menjelaskan panjang lebar.
“Iya, aku percaya kok.” Lho, aku kok bisa bilang gitu sih? Padahal aku kan belum tau sebenarnya dia, duh! Emang Anis oon banget. Aku menyalahkan diri sendiri.
Cowok itu lalu banyak bertanya tentang aku. Ada sesuatu yang aneh, dia baru aja kenal nama dan asalku tapi dia udah cerita banyak tentang dirinya sendiri. Dia bercerita tentang cintanya, kehidupannya, pengalaman-pengalaman yang menurut dia pantas buat diceritain dan banyak lagi. Aneh banget.
Hari berlalu begitu cepat. Abil semakin sering menghubungiku, terlebih lewat telefon. Hampir setiap pukul setengah dua, dia selalu menelefonku. Aku tak berkeberatan, hanya saja yang tak aku sangka, dia bilang kalo dia sayang dan cinta sama aku. Hah! Apa gak aneh lagi tuh?! Suatu hari dia SMS aku: akan ku bw k mn ht ni, krn ak sgt mencintaimu. Lalu aku balas SMS itu: p yg pertama kali u rs kan ktka knal ak?
Abil: rs ny deket bgt sm u, hgga pnah asmara mghujam bgt dlm d dada shgga sulit tuk d cabut
Aku: sbrp yakin sm ak?
Abil: ak ykin sykin2 ny lo u adlh cnt sejati ak
aku belum bisa memberikan jawaban yang pasti, karena waktu itu aku masih trauma dengan orang yang aku kenal dari hp. Jujur, aku pengen tau dia lebih dalam. Hingga suatu saat aku seakan diberi petunujuk lewat mimpi. Dalam mimpi itu aku tak bisa melihat wajahnya, tapi aku bisa merasakannya. Gak tau kenapa, semakin hari aku merasa semakin yakin sama Abil walaupun kita belum pernah ketemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar